Lulus CPNS di Usia 35: Kesempatan Terakhir yang Mengantarkan Reno Mengabdi

Medan (Humas) – Tahun ini, langkah Reno Permatasari Pasaribu terasa berbeda. Di usianya yang ke-35 tahun, ia menerima kabar kelulusan CPNS yang telah lama ia harapkan. Setelah setahun sebelumnya, ia mengirim berkas pendaftaran dengan segenap keyakinan. Baginya, ini bukan sekadar percobaan kelima. Ini adalah kesempatan terakhir. Batas usia. Batas waktu. Tapi justru dari batas itulah, Tuhan menurunkan hadiah yang telah lama ia nantikan.

Reno, perempuan tangguh asal Medan, resmi dinyatakan lulus sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Kementerian Agama, formasi Pengawas Jaminan Produk Halal Ahli Pertama. Ia ditempatkan pada Subbagian Tata Usaha Kementerian Agama Kota Medan. Sebuah titik terang yang lahir dari tahun-tahun penuh kegagalan, air mata, dan pengorbanan. “Saya pernah gagal empat kali. Tapi saya selalu percaya, jika ini jalan saya, Allah pasti tunjukkan waktu terbaik-Nya,” ucapnya lembut.

Kisah Reno adalah kisah perjuangan sunyi yang tak banyak orang tahu. Ia adalah anak yatim piatu. Ibundanya berpulang saat ia masih duduk di bangku SMA, di usia 18 tahun. Kehilangan itu menjadi luka pertama yang mendalam. Namun hidup tampaknya belum selesai mengujinya. Dua tahun kemudian, sang ayah menyusul, tepat ketika Reno berkuliah di Universitas Andalas. “Saya kehilangan orang tua di masa saya paling butuh pegangan. Tapi saya tidak mau hidup saya ikut berhenti. Saya janji pada diri sendiri untuk terus maju,” kenangnya, menahan haru.

Janji itu ia tepati. Reno menyelesaikan S1 di jurusan Kimia. Kemudian, melanjutkan S2 di Universitas Sumatera Utara, lalu bekerja selama lebih dari empat tahun sebagai seorang management representative di sebuah perusahaan swasta. Kariernya cukup stabil. Tapi di hatinya tersimpan satu mimpi yang belum tercapai, yaitu menjadi ASN. “Saya ingin kehidupan yang lebih stabil untuk keluarga. Dan saya ingin berkontribusi untuk negara, meski dari jalur yang kecil,” ujarnya mantap.

Tahun demi tahun ia mencoba peruntungan CPNS. Empat kali ia gagal. Namun ia tak menyerah. Justru di tahun kelimanya, disaat ia harus mengurus bayi yang baru lahir, bekerja penuh waktu dari Senin hingga Sabtu, dan waktu belajar semakin sempit, ia memilih kembali mencoba. “Saya belajar dari sisa waktu. Kadang hanya sempat satu sesi try out dalam sehari. Tapi saya disiplin. Karena saya tahu, ini tahun terakhir saya bisa ikut,” tuturnya.

Rasa lelah kerap datang. Rasa ingin menyerah juga pernah menghampiri. Tapi yang membuat Reno terus melangkah adalah dukungan orang-orang tercinta. Suaminya adalah sosok yang paling setia menemani, mengasuh anak saat Reno belajar, memberi waktu, dan menyemangati. Dukungan dari keluarga besar, terutama ibu mertua, menjadi sumber kekuatan tersendiri bagi Reno. “Keluarga saya yang membuat saya tetap kuat. Saya ingin membuat mereka bangga. Saya ingin membuktikan, bahwa pengorbanan mereka tidak sia-sia,” ucapnya lirih.

Saat pengumuman hasil seleksi diumumkan, Reno tak bisa berkata-kata. Ia menangis. Bukan karena bangga semata, tapi karena semua luka, kehilangan, dan jatuh bangun hidup seolah menemukan maknanya. “Orang pertama yang saya beri tahu adalah suami dan ibu mertua. Mertua saya langsung menangis haru saat mendengar kabar itu,” ucap Reno dengan mata berkaca-kaca.

Tangis bahagia itu bukan hanya milik Reno, tetapi juga milik keluarga yang selama ini menjadi tempatnya berpijak. Mereka tahu betapa panjang dan berat jalan yang telah ia tempuh. Mereka menyaksikan sendiri betapa keras Reno berjuang. “Rasanya seperti semua perjuangan terbayar lunas. Semua rasa lelah, ragu, dan khawatir, akhirnya digantikan oleh rasa syukur yang luar biasa,” tuturnya.

Kini, Reno tengah menjalani tugas barunya sebagai ASN di Kementerian Agama. Baginya, amanah ini tak sekadar status atau jabatan. Ini adalah bentuk pengabdian. Ia tahu, posisinya hari ini bukan semata karena kerja keras, tapi juga karena doa-doa yang dikirim dari langit, mungkin oleh kedua orang tuanya yang telah tiada. “Saya percaya, Allah tak pernah tidur. Ia melihat siapa yang bersungguh-sungguh dan siapa yang tetap berusaha di tengah keterbatasan,” tuturnya.

Bagi Reno, menjadi ASN di Kemenag adalah bentuk pengabdian yang lahir dari ketulusan. Ia berharap dapat menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya, memberi manfaat untuk masyarakat, dan membawa nama baik keluarga yang sudah lama berpulang. “Ini bukan tentang saya saja. Ini tentang orang-orang yang percaya pada saya, yang mendukung saya, dan yang selalu saya rindukan dalam doa,” ucapnya penuh makna.

Dan untuk siapa pun yang sedang berjuang, Reno menitipkan pesan sederhana, “Jangan pernah menyerah. Jika waktumu belum datang, teruslah berusaha, teruslah melangkah. Allah sedang menyiapkan sesuatu yang lebih baik dari apa yang kamu minta,” tutupnya ketika selesai diwawancarai. (Khairunnisa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *